RESUME
TAFSIR TARBAWI 1
“AYAT TENTANG PEMBINAAN GENERASI
MUDA”
OLEH
KELOMPOK 10
RADHIAH
HASMAWATI
M.NUR AFIANSYAH
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
I.
PENGANTAR
Generasi muda adalah kata yang mempunyai banyak pengertian,
namun dari pengertian-pengertian generasi muda mengarah pada satu maksud yaitu
kumpulan orang-orang yang masih mempunyai jiwa, semangat dan ide yang masih
segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai
pemikiran yang visioner. Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak
oleh generasi mudanya, terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan
berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah diungkapkan
oleh Menteri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti akan ada
pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangat. Pelopor yang melakukan
langkah-langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik dan
kepekaan terhadap realita social yang ada di masyarakat, memang menjadi ciri
utama yang melekat pada pemuda tetap jika kita menyaksikan mayoritas umat Islam
saat ini, maka terlihat bahwa sebagian besar umat berada pada keadaan yang
sangat memprihatinkan, mereka bagaikan buih terbawa banjir, tidak
memiliki bobot dan tidak memiliki nilai. Jika dilakukan analisis secara
mendalam dari sudut pandang agama maka akan ditemukan beberapa ayat yang
menyangkut masalah pembinaan pemuda. Mendidik anak adalah tugas yang berat bagi
orang tua, karena semakin majunya teknologi orang tua harus lebih ekstra
memperhatikan perkembangan anak-anaknya. Banyak tokoh yang bisa di tiru dalam
mendidik seorang anak, seperti halnya lukman dalam mendidik anaknya. Beliau menanam
kuat-kuat tentang keimanan kepada Allah, dan selalu menasehati anaknya, agar
selalu berbakti kepada kedua orang tua. Alqur’an pun sering menyinggung tentang
bagaimana seharusnya seorang anak menghormati orang tuanya.
II.IDENTIFIKASI AYAT TERKAIT
Q.Surah
An- Nisa:9
Q.S.
At-Thagabun 14-15
Q.S.Al-Lukman:13-15
II.PEMBAHASAN
Isi
Kandungan Ayat
Q.S.An-Nisa:9
Ayat tersebut masih memiliki hubungan dengan ayat-ayat
sebelumnya yang berbicara dalam konteks pemeliharaan harta anak-anak yatim.
Yaitu ayat yang mengharamkan memakan harta anak yatim serta perintah untuk
menyerahkan harta tersebut apabila anak yatim itu telah dewasa, serta larangan
memakan mas kawin kaum wanita, atau menikahinya tanpa mahar.
Surat an-Nisa’ ayat 9
ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan
fisik dan kelemahan intelegensi anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi
merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, maka disinilah hukum Islam memberikan
solusi dan kemurahan yang mana untuk membantu orang-orang yang tidak
menyanggupi hal-hal tersebut, agar tidak berdosa dikemudian hari, yakni apabila
orang tua itu meninggalkan keturunannya, atau menelantarkannya, akibat desakan desakan yang menimbulkan kekhawatiran
mereka terhadap kesejahteraannya. Pembicaraan dalam
ayat ini masih berkisar tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu
mereka yang dititipi anak-anak yatim. Juga, tentang perintah tehadap mereka
agar memperlakukan anak-anak yatim dengan baik, berbicara kepada mereka
sebagaimana berbicara kepada anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik, dan sopan,
lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku, sayangku, dan sebagainya.
Dalam ayat ini yang diingatkan adalah
kepada mereka yang berada di sekeliling para pemilik harta yang sedang
menderita sakit. Mereka seringkali memberi aneka nasehat kepada pemilik harta
yang sakit itu, agar yang sakit itu mewasiatkan kepada orang-orang tertentu
sebagian dari harta yang akan ditinggalkannya, sehingga akhirnya anak-anaknya
sendiri terbengkalai. Kepada mereka itu ayat 9 diatas berpesan: Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasehat kepada pemilik harta agar
membagikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya sendiri
terbengkalai, hendaklah mereka membanyangkan seandainya mereka akan meninggalkan di belakang mereka, yakni setelah kematian mereka, anak-anak yang
lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang
mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka atau penganiayaan atas mereka,
yakni anak-anak yang lemah itu. Jika keadaan serupa mereka alami, apakah mereka
akan menerima nasehat-nasehat seperti yang mereka berikan itu? Tentu saja tidak
Kerena itu, hendaklah mereka takut kepeda Allah SWT. Atau keadaan anak-anak
mereka di masa depan, oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
SWT. Dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
Seperti terbaca di atas, ayat ini ditujukan
kepada yang berada di sekeliling seorang yang sakit dan diduga segara akan
wafat. Pendapat ini adalah pilihan banyak pakar tafsir, seperti at-Thabari,
ar-Razi, dan lain-lain. Ada juga yang memahaminya sebagai ditujukan kepada
mereka yang menjadi wali anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim
itu seperti perlakuan yang mereka harapkan kepada anak-anaknya yang lemah, bila
kelak para wali itu meninggal dunia. Pendapat ini menurut Ibn Katsir, didukung
pula oleh ayat berikut yang mengandung ancaman kepada mereka yang menggunakan
harta anak yatim secara aniaya.
Muhammad Sayyid Tanthawi berpendapat
bahwa ayat di atas ditujukan kepada semua pihak, siapapun, karena semua
diperintahkan untuk berlaku adil, berucap yang benar dan tepat, dan semua
khawatir akan mengalami apa yang digambarkan di atas. Kandungan Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 9 diatas, berpesan
agar umat islam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak
mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan dimasa mendatang.
Asbabul nuzul surat An-Nisa’ ayat 9
Allah SWT. berfirman dalam ayat ini
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak dan ahli waris yang lemah, janganlah sampai membuat
wasiat yang akan membawa mudharat dan mengganggu kesejahteraan mereka yang
ditinggalkan itu. Berkata Ibnu Abbas menurut Ali bin Abi Thalhah bahwa ini
mengenai seorang yang sudah mendekati ajalnya yang didengar oleh orang lain
bahwa ia hendak membuat wasiat yang bermudharat dan akan merugikan ahli
warisnya, maka Allah memerintahkan kepada
yang mendengarnya
itu agar menunjukkannya kepada jalan yang benar dan agar diperintahkan supaya
ia bertakwa kepada Allah mengenai ahli waris yang akan ditinggalkan. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa
tatkala Rasulullah SAW datang menjenguk Saad bin Abi Waqqash yang sedang
sakit, bertanyalah Saad kepadanya: “Ya Rasulullah, saya mempunyai harta dan
hanya putriku satu-satunya yang akan mewarisiku, dapatkah kusedekahkan dua
pertiga kekayaanku?”
Jawab Rasulullah, “Jangan.”
Dan kalau separuh, bagaimana? tanya Saad
lagi.
“Jangan.”Jawab
Rasulullah.
Dan kalau sepertiganya, bagaimana ya Rasulullah?” tanya Saad
lagi.
Rasulullah menjawab, “Sepertiga pun masih banyak, kemudian
Beliau bersabda:
اِنَّكَ اَنْ
تَذَرَوَرَثَتَكَ اَغْنِيَاءَخَيْرٌمِنْ اَنْ تَذَرَهُمْ عَا لَةً يَتَكَفَّفُونَ
النَّاسَ
“Sesunggunya lebih
baik meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka
dalam keadaan miskin yang meminta-minta”.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata,
“Sepatutnya orang turun dari sepertiga ke seperempat (mengenai wasiat), karena
Rasulullah telah bersabda bahwa sepertiga pun banyak”.
Berkata para ulama ahli Fiqh: “Jika ahli
waris yang ditinggalkan oleh si mayat adalah orang-orang kaya, maka sebaiknya
diwasiatkan penuh sepertiga, tetapi jika yang akan ditinggalkan itu orang-orang
miskin, maka sebaiknya dikurangi dari sepertiga.
Q.S.At-Tahrim:6
Dalam ayat
ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka menjaga dirinya dari api
neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh
melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan
patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Api
neraka disediakan bagi para kafir / pendurhaka yang tidak mau taat kepada Allah
dan yang selalu berbuat maksiat. Neraka adalah balasan setimpal bagi para
pembuat kemungkaran, kemusyrikan dan kekacauan. Bahan bakar api neraka seperti
dijelaskan dalam ayat diatas adalah manusia, sungguh mengerikan tidak dapat
kita bayangkan manusia menjadi bahan bakar dan juga bahan bakarnya adalah batu,
dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa batu yang dimaksud adalah batu yang
sering dijadikan sesembahan oleh para musyrikin atau berhala. Oleh karena
itu kita diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada-Nya supaya selamat daripada
siksa-Nya. Caranya membina diri kita terlebih dahulu dalam mendalami akidah dan
adab islam kemudian setelah kita mampu melaksanakan maka kita wajib
mendakwahkan kepada yang lain yaitu orang-orang terdekat kita / keluarga yaitu
orang tua, istri, anak, adik, kakak dan karib kerabat. Banyak sekali
amalan shalih yang menjadikan seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api
neraka, misalnya bersedekah, berdakwah, berakhlaq baik, saling tolong menolong
dalam kebaikan dan sebagainya. Di antara cara menyelamatkan diri dari api
neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar, sebagaimana
firman Allah SWT.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Artinya:
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya (Q.S Taha: 132).
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya (Q.S Taha: 132).
Azbabun nuzul
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun,
Umar berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana
menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab: “Larang mereka mengerjakan
apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa
yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan
mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras
yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan
mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah. Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan
Muqatil bin Hayyan, dimana mereka mengatakan : “Setiap muslim berkewajiban mengajari
keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan
hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.”
Q.S.At Thagabun:14-15
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara
isteri-isteri dan anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah
mereka berbuat baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka
beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan
mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh
agama, sebagaimana yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:
“Akan
datang suatu zaman kepada umatku, seorang lelaki hancur gara-gara istri dan
anaknya. Keduanya mencela dan mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka ia melakukan
perbuatan yang jahat (untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu binasalah ia”.
Karena
ia merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua hidup mewah
dan senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan
lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus berhati-hati,
penuh kesabaran menghadapi anak istri mereka.
Asbabun
Nuzul
Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan suatu kaum dari ahli Mekkah yang masuk islam, akan
tetapi isteri dan anak-anaknya menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke
Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat
kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena
kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi
penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di
Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyai anak isteri
yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya
dengan berkata: “kepada siapa engkau akan titipkan kami ini”. Ia merasa
kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
Q.S.Al-Lukman:13-15
Surat Al Luqman adalah termasuk surat Makkiyah, terdiri dari 34 ayat, surat ini
diturunkan setelah surat Ash –
Shaffat.Luqman adalah seorang yang Sholeh dan memiliki akhlaq yang mulia, yaitu
akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya diabadikan oleh
Allah dalam salah satu surat di dalam Al Qur an, yakni surat ke
31. Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita akan
kesholehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya, yakni nasehat yang
mengandung unsur “keilmuan” yang mendalam, “keihklasan” yang suci dan
“kecintaan”yang tinggi.Luqman bernama lengkap 'Luqman Bin Anqa' Bin Sadun"
Anak yang dinasehati bernama Taran, mereka penduduk biasa dari Habasyah ( Ethiopia ).
Dalam sebuat kitab tafsir diceritakan bahwa Luqman adalah seorang budak,
ciri-ciri tubuhnya sama seperti orang Ethiopia lainya yang kebanyakan berkulit hitam legam dan
berbibir tebal. Tetapi Allah tak pernah melihat dari bentuk fisik . Hati Luqman
memancarkan cahaya iman dan keagungan seorang manusia. Kejernihan hidup
tergambar dibalik rendah martabatnya sebagai budak. Sebenarnya nasehat Luqman
yang terdapat dalam Al Qur'an itu hanyalah nasehat kepada anaknya sendiri.
Tetapi Allah mengabadikan dalam Al Qur'an agar setiap umat belajar dari apa
yang dilakukan Luqman. Karena nasehat pada anak adalah sangat penting untuk
membentuk karakter dan perwatakan sebagai bekal kehidupan kelak.Anak adalah
amanah titipan Allah, sudah selayaknya hanya kita didik sesuai ketentuan dari
yang menitipkannya yaitu Allah SWT. Oleh karena itu penting bagi kita
mempelajari apa yang Allah mau bukan sekedar apa yang kita mau. Anak yang
sholeh adalah permata dan cahaya mata bagi orang tuanya di dunia dan akherat. Ayat di atas merupakan nasihat
Lukman kepada anaknya. Lukman melarang anaknya dari berbuat syirik, dia
memberikan alasan atas larangan tersebut bahwa kemusyrikan itu adalah
kazaliman. Pernyataan Lukman tentang hakikat ini di perkuat dengan dua tekanan.
Pertama, mengawalinya dengan larangan berbuat syirik dan alasannya. Kedua,
dengan huruf inna “sesungguhnya” dan huruf la “benar-benar”.
Nasihat seorang ayah kepada anaknya
adalah bebas dari segala syubhat dan jauh dari segala prasangka. Sesungguhnya
perkara tauhid dan larangan berbuat syirik merupakan perkara lama yang selalu
di serukan oleh orang-orang yang di anugrahkan oleh Allah diantara manusia.
Tidak ada kehendak lain di baliknya melainkan kebaikan semata-mata, dan sama
sekali tidak menghendaki selain yang demikian. Inilah pengaruh jiwa yang di
maksudkan dalam ayat di atas. “… Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lamah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun… “. Ayat ini
menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang ibu dengan
tabiatnya harus menaggung beban yang amat berat dan lebih kompleks. Namun, luar
biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan cinta yang lebih dalam,
lembut dan halus. Walapun satu tarikan nafas dalam proses kehamilan dan
kelahirannya, tetap tidak dapat di balas oleh seorang anak. Pasalnya, ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah.
Dari sela-sela nuansa gambaran yang
di liputi dengan kasih sayang itu, Al- Qur’an mengarahkan agar bersyukur kepada
Allah sebagai pemberi nikmat yang pertama. Kemudian berterima kasih kepada
kedua orang tua sebagai dua orang yang menjadi sarana nikmat itu pada urutan
berikutnya. Al-Qur’an menggambarkan urutan kewajiban-kewajiban. Jadi, yang
pertama bersyukur kepada Allah kemudian berterima kasih kepada orang tua.
“Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…”.Hingga
bila orang tua menyentuh titik syirik ini, jatuhlah kewajiban taat kepadanya,
dan ikatan aqidah harus mengalahkan dan mendominasi segala ikatan lainnya.
Walaupun kedua orang tua telah mengeluarkan segala upaya, usaha, tenaga,
pandangan yang memuaskan untuk menggoda anaknya agar menyukutukan Allah dimana
ia tidak mengetahui tentang ketuhanannya (dan setiap yang disembah selain Allah
pasti tidak memiliki sifat ketuhanan, karena itu camkanlah), maka pada saat itu
anak diperintahkan agar jangan taat. Dan perintah itu berasal dari Allah
sebagai pemilik hak pertama dalam ketaatan. Namun, perbedaan aqidah dan
perintah dari Allah agar tidak taat kepada orang tua dalam perkara yang
melanggar aqidah, tidaklah menjatuhkan hak kedua orang tua dalam bermuamalah
dengan baik dan menjalin hubungan yang memuliakan mereka.
Surat Luqman ayat 15 berisi bahwa
Allah menyuruh supaya berbuat baik kepada ibu bapak dan menurut apa-apa
perintahnya, tetapi jika keduanya menyuruh kamu, supaya kafir (mempersekutukan)
Allah, maka janganlah turuti perintahnya itu. Dalam pada itu hendaklah kamu
bergaul dengan dia menurutnya patut juga, dan tidak boleh kamu memusuhinya atau
durhaka kepadanya. Pendeknya perkataan ibu, bapak itu wajib untuk dituruti,
selama tidak melanggar peraturan agama Islam.
Azbabun nuzul ayat
Ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am diturunkan,para sahabat merasa keberatan.
Maka mereka datang menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah,
siapakah diantara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim
?”.Jawab beliau “ Bukan begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman
Hakim kepada anaknya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang
besar.Allah menjelaskan bahwa luqman telah diberi hikmat, karena itu luqman bersyukur
kepada Tuhannya atas semua nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepada
dirinya.Allah SWT mewasiatkan kepada mereka supaya memperlakukan orang-orang
tua mereka dengan cara yang baik dan selalu memelihara hak-haknya sebagai orang
tua. Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan
kezaliman yang besar.
Al- Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam
Tafsirnya, dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. Ia berkata: Aku adalah seseorang pria
yang amat mencintai ibuku. Tetapi setelah aku masuk Islam, ibuku itu berkata
kepadaku: Hai sa’ad! Agama apa ini, kulihat engkau mengada-ada. Tinggalkan
agamamu ini atau aku akan mogok makan dan minum, sampai mati. Dengan begitu
engkau akan tercemar lantaran aku, yaitu engkau akan dituduh sebagai pembunuh
ibunya. Begitulah lalu aku berkata kepada ibuku: Hai Ibu! Jangan engkau
kerjakan itu semua, tetapi aku juga tidak bakal meninggalkan agamaku ini
selama-lamanya karena faktor apapun.Ibuku nekad, sehari semalam sudah mulai
tidak makan dan tidak minum. Pagi harinya sudah tampak sangat letih. Hari kedua
dia tidak mau makan juga dan badannya sudah semakin bertambah letih. Hari
ketigapun tidak mau makan dan badannya semakin bertambah letih.Melihat keadaan
yang demikian itu, aku kemudian berkata kepadanya: Hai Ibu! Ketahuilah, demi
Allah! Seandainya engkau mempunyai seratus nyawa, lalu nyawa itu keluar satu
persatu (dengan bertahap), namun aku tetap tidak akan mau meninggalkan agamaku
ini, karena faktor apapun. Jika engkau sudi, makanlah dan jika engkau tidak
sudi, jangan makan.Melihat keteguhan Sa’ad yang demikian itu, akhirnya Ibunya
mau makan. Lalu Allah menurunkan ayat “Dan jika kedua orang tuamu itu
sungguh-sungguh memaksamu agar engkau menyekutukan aku.
Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia
agar berbakti kepada orangtua, lebih-lebih kepada Ibu yang telah mengandung.
Ayat ini tidak menyebut jasa Bapak, tetapi menekankan pada jasa Ibu. Ini
disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena
kelemahan Ibu, berbeda dengan Bapak. Di sisi lain,,” peranan Bapak” dalam
konteks kelahiran anak, lebih ringan dibanding dengan peranan Ibu. Betapapun
peranan tidak sebesar peranan ibu dalam proses kelahiran anak, namun jasanya
tidak diabaikan karena itu anak berkewajiban berdoa untuk ayahya, sebagai
berdoa untuk ibunya. Karena begitu besar jasa Ibu, dalam sebuah hadis
dinyatakan bahwa: Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang
paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab,
"ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat
kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).Karena itulah,
setiap anak harus menyadari perjuangan dan susah payah orangtuanya. Di samping
harus taat kepada ajaran agama, berbakti kepada kedua orang tua, juga harus berusah
keras belajar dan menunut ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu agama, sehingga
mereka bersama-sama kedua orang tuanya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia
dan kebahagian di akhirat kelak.
IV.PESAN PESAN PENDIDIKAN DALAM AYAT
Q.S.An Nisa:9
Dengan mengikuti uraian tersebut di atas tampak
dengan jelas bahwa :
1. Ajaran Islam (Al-Qur’an)
amat memperhatikan pembinaan generasi muda.
2. Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan
yang dimulai dari rumah
tangga atau pendidikan keluarga.
3. Selanjutnya
dilakukan oleh sekolah dengan biaya yang ditanggung oleh keluarga.
4. Dalam proses membina dan
mendidik biasanya ada enam kompomen yaitu:a.komponen
pendidik b.komponen anak
didik (murid)c.komponen lingkungand.komponen materi (kurikulum)e.komponen hubungan (pendekatan) dalam proses
belajar mengajar f.dan komponen
metode.
Q.S.At-Tahrim:6
Ayat QS. At Tahrim ayat
6, menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka, yang
bisa disimpulkan juga merupakan untuk tarbiyah diri dan keluarga. berisi perintah menjadikan diri
dan keluarga terlebih dahulu dalam arti sebagai objek pendidikan yang utama.
Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya seluruh manusia .
Q.S.At-Thagabun:14-15
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan konsep pendidikan menurut Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong
anak didik agar dapat melaksanakan fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh
potensi yang dimiliki anak didik yaitu potensi intelektual, jiwa dan jasmani
harus di bina secara terpadu dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan
yang tergambar dalam sosok manusia seutuhnya.Dan mengajarkan peserta didik
untuk selalu menghormati kedua orang tua,menjalankan perbuatan amar ma’ruf dan
nahi munkar,serta mengajarkan peserta didik untuk menjalankan hubungan manusia
dengan melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta
kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama. Juga diterang kan agar
seluruh manusia menghormati dan menghargai kedua orang tuanya karena ia yang
telah berjuang membesarkan kita, tanpa ada kata penat dan lelah, yang ada
hanyalah keinginan agar anaknya kelak menjadi orang yang sukses dikehidupannya,
dan berbakti pada yang maha kuasa.
Q.S.Al-Lukman:13-15
Surat Al-Luqman
ayat 13-15 di pandang dari segi pendidikan bagi peserta didik ;
Mengajarkan
pada peserta didik untuk tidak menyekutukan Allah, Walaupun seandainya perintah
menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka perintah
tersebut tetap harus ditolak. Kewajiban bagi peserta didik untuk berbakti
kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku santun dan lemah lembut.Mengajarkan
peserta didik untuk selalu menjalankan perbuatan amar ma’ruf dan nahi munkar.Mengajarkan
peserta didik untuk menjalankan hubungan manusia dengan melakukan perbuatan
baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta kesedehanaan dalam
berkomunikasi dengan sesama.
Juga implikasinya
dalam pendidokan antara lain:
1. Menanamkan
keimanan kepada anak sejak dini untuk selalu iman kepada Allah, dan melarang
untuk menyekutukanNya.
2. Selalu bersyukur kepada
Allah atas segala nikmatNya.
3. Selalu bersyukur kepada
kedua orang tua atas kasih sayangnya.
4. Mentaati kedua orang
tua selagi tidak melanggar peraturan agama islam.
5. Tidak melawan kedua
orang tua ketika mereka memaksa untuk menyekutukan Allah, akan tetapi tetap
memperlakukan mereka dengan baik.
Akan tetapi didalam mendidik perlu ada
beberapa unsur untuk bisa menjadikan anak itu menjalankan apa yang
diperintahkan orang tua.
Menurut Abbudin nata ada enam komponen di
dalam mendidik anak, yaitu:
1. Komponen pendidik yang
didalam hal ini adalah orang tua khususnya luqman (ayah) sebagai kepala
keluarga.
2. Komponen anak didik
(murid) dalam hal ini adalah anaknya luqman sendiri.
3. Komponen lingkungan
dimana kegiatan pendidik tersebut berlangsung yang dalam hal ini adalah
lingkungan keluarga.
4. Komponen materi
(kurikulum) pendidikan yang dalam ayat-ayat tersebut mencakup materi pendidikan
tentang keimanan atau akidah yang kokoh. Antara lain dengan menjauhi perbuatan
syirik; aklhak mulia anytara lain memuliakan kedua orang tua, mendirikan
shalat, memerintah peruatan baik dan menjauhi prbuatan munkar, berrsikap tabah
dan tidak menyombongkan diri ddan bersikap rendah hati.
5. Komponan hubungan,
pendekatan dalam proses belajar mengajar yang dalam hal ini mengembangkan pola
hubungan yang demokratis menghargai pendapat orang lain, manusiawi,
berorientasi kepada kebenaran ilmiah, dan profesional.
6. Komponen metode, yang
dalam hal ini dengan ceramah (mauidzah) dan perintah.
Dengan mengikuti iuran tersebut diatas
tampak dengan jelas bahwa ajaran islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan
generasi muda. Pembinaan tersebut dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang
dimulai dari rumah tangga atau pendidikan keluarga. Yang selanjutnya dilanjutkan
oleh sekolah denga biaya ditanggung keluarga.
Untuk menghasilkan generasi muda yang baik
yaitu generasi muda yang sehat fisiknya berilmu pengetahuan, berketerampilan,
berakidah yang kokoh, taat menjalankan ibadah dan berakhlak yang mulia dan
seterusnya terdapat pula petunjuk yang dapat dilakukan kedua orang tua.
V.KESIMPULAN
Pendidikan atau tarbiyah merupakan proses
penting untuk melaksanakan taat kepada Allah SWT, dan menggapai ridho-Nya,
sebab belajar dan mengajar diwajibkan dalam Islam.Manusia seluruhnya merupakan
objek pendidikan (tarbiyah dan dakwah), namun perlu adanya prioritas untuk
kedua hal tersebut, yaitu dimulai dari diri sendiri, kemudian keluarga,
kerabat, orang Islam dan akhirnya kepada sesama manusia (non muslim). Pembinaan
kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang
sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu
bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan
pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin
serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk
ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar
pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada
khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda.
Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai
dari rumah tangga atau pendidikan keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar